BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pada umumnya, suatu peristiwa timbulnya
penyakit akibat makanan dapat disebabkan oleh kontaminasi yang ada pada makanan
yang berupa agen biologi atau patogen (contohnya virus, bakteri, parasit,
prion), agen kimiawi (contohnya senyawa toksin atau logam) atau agen fisik
(contohnya pecahan kaca atau serpihan tulang. Dengan ditemukannya lebih dari
200 penyakit yang bisa ditularkan melalui makanan, patogen-patogen tersebut
merupakan penyebab utamanya. Hampir semua patogen pembawa yang berasal dari
makanan berukuran mikroskopis, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit
lainnya.
Bakteri merupakan mikroorganisme uniseluler
yang memiliki dinding sel namun tidak memiliki nukleus. Mereka memiliki bentuk,
jenis dan properti yang bermacam-macam. Beberapa bakteri patogen dapat
membentuk spora dan resisten terhadap panas tinggi (contohnya Clostridium
botulinum, C. perfringens, Bacillus subtillus, B. cereus). Bakteri lainnya
dapat memproduksi toksin yang membuat mereka resisten terhadap panas (contohnya
Staphylococcus aureus).
Protozoa parasit merupakan mikroorganisme
uniseluler yang tidak memiliki dinding sel yang rigid (kaku) namun memiliki
nukleus yang sistematis. Protozoa tersebut lebih besar daripada bakteri.
Seperti layaknya virus, protozoa tidak berkembangbiak di makanan, hanya di sel
inang saja. Bentuk transmisi organisme ini disebut dengan cyst. Protozoa ini
dapat bekerjasama dengan makanan dan menyebarkan penyakit melalui air,
contohnya yaitu Entamoeba histolytica, Toxoplasma gondii, Giardia lamblia,
Crytosporidium parvum dan Cyclospora cayatenensis.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana
spesifikasi Toxoplasma gondii?
2. Apa etiologi
dari penyakit Toksoplasmosis?
3. Bagaimana cara
penularan Toxoplasma gondii?
4. Bagaimana
manifestasi klinis dari penyakit Toksoplasmosis?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui
daur hidup dari Toxoplasma gondii
2. Mengetahui
gejala yang ditimbulkan oleh penyakit Toksoplasmosis
3. Mengetahui
cara pencegahan terhadap penyakit Toksoplasmosis
4. Mengetahui
daur hidup bakteri Toxoplasma Gondii
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
SPESIFIKASI TOXOPLASMA GONDII
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa dalam
genus Toxoplasma dengan sifat alami dan perjalanan akut atau menahun.
Toxoplasma gondii juga merupakan parasit pada manusia, kucing, anjing, ayam,
babi, marmot, kambing, ternak dan merpati, dan pada manusia menimbulkan
penyakit toxoplasmosis.
Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan
oleh Toxoplasma gondii, merupakan penyakit parasit pada manusia dan juga pada
hewan yang menghasilkan daging bagi konsumsi manusia. Infeksi yang disebabkan
oleh T. gondii tersebar di seluruh dunia. Pada hewan berdarah panas dan mamalia
lainnya termasuk manusia sebagai hospes perantara, sedangkan kucing dan
berbagai jenis Felidae lainnya sebagai hospes definitif. Infeksi Toxoplasma
tersebar luas dan sebagian besar berlangsung asimtomatis, meskipun penyakit ini
belum digolongkan sebagai penyakit parasiter yang diutamakan pemberantasannya
oleh pemerintah, tetapi beberapa penelitian telah dilakukan di beberapa tempat
untuk mengetahui derajat distribusi dan prevalensinya.
Indonesia
sebagai negara tropik merupakan tempat yang sesuai untuk perkembangan parasit
tersebut. Keadaan ini ditunjang oleh beberapa faktor seperti sanitasi
lingkungan dan banyak sumber penularan terutama kucing dan sebangsanya
(Felidae). Manusia dapat terkena infeksi parasit ini dengan cara didapat
(Aquired toxoplasmosis) maupun diperoleh semenjak dalam kandungan (Congenital
toxoplasmosis). Diperkirakan sepertiga penduduk dunia mengalami infeksi
penyakit ini.
Sebagai parasit, T. gondii ditemukan dalam
segala macam sel jaringan tubuh kecuali sel darah merah. Tetapi pada umumnya
parasit ini ditemukan dalam sel retikulo endotelial dan sistem syaraf pusat.
Kejadian Toxoplasmosis
Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang
secara alami dapat menyerang manusia, ternak, hewan peliharaan lain seperti
hewan liar, unggas dan lain-lain. Kejadian toxoplasmosis telah dilaporkan dari
beberapa daerah di dunia ini yang geografiknya sangat luas. Survei terhadap
kejadian ini memberi gambaran bahwa toxoplasmosis pada suatu daerah bisa
sedemikian hebatnya hingga setiap hewan memperlihatkan gejala toxoplasmosis.
Survei yang telah diadakan di Amerika Serikat.
Toxoplasmosis juga sering terjadi melalui jalur
atau rute makanan yaitu bentuk jaringan dari parasit (kista mikroskopis terdiri
dari bradyzoites) dapat ditularkan kepada manusia oleh makanan. Manusia menjadi
terinfeksi karena :
Makanan setengah matang, atau daging
yang terkontaminasi (terutama daging babi, domba, dan daging rusa).
Menelan makanan setengah matang,
memegang daging yang terkontaminasi dan tidak mencuci tangan dengan bersih
(Toxoplasma tidak dapat diserap melalui kulit utuh).
Makan makanan yang terkontaminasi oleh
pisau, peralatan, talenan, atau makanan lain yang pernah kontak dengan daging
mentah yang terkontaminasi.
Pada manusia, penyakit toxoplasmosis ini sering
menginfeksi melalui saluran pencernaan. Biasanya melalui perantara makanan atau
minuman yang terkontaminasi dengan agen penyebab penyakit toxoplasmosis ini,
misalnya karena minum susu sapi segar atau makan daging yang belum matang
sempurna dari hewan yang terinfeksi dengan penyakit toxoplasmosis. Penyakit ini
juga sering terjadi pada sejenis ras kucing yang berbulu lebat dan warnanya
indah yang biasanya disebut dengan mink. Pada kucing ras mink penyakit
toxoplasmosis sering terjadi karena makanan yang diberikan biasanya berasal
dari daging segar (mentah) dan sisa-sisa daging dari rumah potong hewan.
2.2 SEJARAH TOXOPLASMA GONDII
Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan oleh
Nicole dan Manceaux tahun 1908 pada limfa dan hati hewan pengerat Ctenodactylus
gundi di Tunisia Afrika dan pada seekor kelinci di Brazil. Lebih lanjut Mello
pada tahun 1908 melaporkan protozoa yang sama pada anjing di Italia, sedangkan
Janku pada tahun 1923 menemukan protozoa tersebut pada penderita
korioretinitis. Lalu Wolf pada tahun 1937 telah mengisolasinya dari neonatus
dengan ensefalitis dan dinyatakan sebagai penyebab infeksi kongenital pada
anak. Walaupun perpindahan intra-uterin secara transplasental sudah diketahui,
tetapi baru pada tahun 1970 daur hidup parasit ini menjadi jelas ketika
ditemukan daur seksualnya pacta kucing.
2.3 EPIDEMIOLOGI TOXOPLASMA GONDII
Toxoplasma gondii ditemukan di seluruh dunia.
Infeksi terjadi, di mana ada kucing yang mengeluarkan ookista bersama tinjanya.
Ookista ini adalah bentuk yang infektif dan dapat menular pacta manusia atau
hewan lain. Penyebaran Toxoplasma gondii sangat luas, hampir di seluruh dunia,
termasuk Indonesia baik pada manusia maupun pada hewan. Sekitar 30% dari
penduduk Amerika Serikat positif terhadap pemeriksaan serologis, yang
menunjukkan pernah terinfeksi pada suatu saat dalam masa hidupnya. Kontak yang
sering terjadi dengan hewan terkontaminasi atau dagingnya, dapat dihubungkan
dengan adanya prevalensi yang lebih tinggi di antara dokter hewan, mahasiswa
kedokteran hewan, pekerja di rumah potong hewan dan orang yang menangani daging
mentah seperti juru masak.
Krista T. gondii dalam daging dapat bertahan
hidup pada suhu -4°C sampai tiga minggu. Kista tersebut akan mati jika daging
dalam keadaan beku pada suhu -15OC selama tiga hari dan pada suhu
-20OC selama dua hari. Daging dapat menjadi hangat pada semua bagian
dengan suhu 65OC selama empat sampai lima menit atau lebih maka
secara keseluruhan daging tidak mengandung kista aktif, demikian juga hasil
daging siap konsumsi yang diolah dengan garam dan nitrat.
Konsumsi daging mentah atau daging yang kurang
masak merupakan sumber infeksi pada manusia. Tercemarnya alat-alat untuk masak
dan tangan oleh bentuk infektif parasit ini pada waktu pengolahan makanan
merupakan sumber lain untuk penyebaran T. gondii. Di Indonesia, prevalensi zat
anti T. gondii pada hewan adalah sebagai berikut: kucing 35-73%, babi 11-36%,
kambing 11-61%, anjing 75% dan pada ternak lain kurang dari 10%.
2.4 ETIOLOGI TOXOPLASMA GONDII
Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler
pada monocyte dan sel-sel endothelial pada berbagai organ tubuh. Toxoplasma ini
biasanya berbentuk bulat atau oval, jarang ditemukan dalam darah perifer,
tetapi sering ditemukan dalam jumlah besar pada organ-organ tubuh seperti pada
jaringan hati, limpa, sumsum tulang, otak, ginjal, urat daging, jantung dan
urat daging licin lainnya.
Perkembangbiakan toxoplasma terjadi dengan
membelah diri menjadi 2, 4 dan seterusnya. Belum ada bukti yang jelas mengenai
perkembangbiakan dengan jalan schizogoni. Pada preparat ulas dan sentuh dapat
dilihat di bawah mikroskop bentuk yang oval agak panjang dengan kedua ujung
lancip, hampir menyerupai bentuk merozoit dari coccidium. Jika ditemukan di
antara sel-sel jaringan tubuh berbentuk bulat dengan ukuran 4 sampai 7 mikron.
Inti selnya terletak di bagian ujung yang berbentuk bulat. Pada preparat segar,
sporozoa ini bergerak, namun para peneliti belum ada yang berhasil
memperlihatkan flagellanya.
Toxoplasma baik dalam sel monocyte, dalam sel-sel
sistem reticulo endotelial, sel alat tubuh viceral maupun dalam sel-sel syaraf
membelah dengan cara membelah diri menjadi 2, 4 dan seterusnya. Setelah
sel yang ditempatinya penuh lalu pecah parasit-parasit akan menyebar melalui
peredaran darah dan hinggap di sel-sel baru dan demikian seterusnya.
Toxoplasma gondii mudah mati karena suhu panas,
kekeringan dan pembekuan. Toxoplasma gondii juga cepat mati karena pembekuan
darah induk semangnya dan bila induk semangnya mati, jasad ini pun akan
ikut mati. Toxoplasma membentuk pseudocyte dalam jaringan tubuh atau
jaringan-jaringan tubuh hewan yang diserangnya secara kronis. Bentuk pseudocyte
ini lebih tahan dan dapat bertindak sebagai penyebar toxoplasmosis.
2.5 MORFOLOGI DAN KLASIFlKASI
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat
intraseluler, terdapat dalam tiga bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif),
kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi sporozoit). Bentuk takizoit
menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan ujung lain agak membulat.
Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron dan mempunyai selaput sel, satu
inti yang terletak di tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti
mitokondria dan badan golgi.
Kista dibentuk di dalam sel hospes bila
takizoit yang membelah telah membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada
yang berukuran kecil hanya berisi beberapa bradizoit dan ada yang berukuran 200
mikron berisi kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam tubuh hospes dapat
ditemukan seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot bergaris. Kista
tersebut mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua
sporoblas. Pada perkembangan selanjutnya kedua sporoblas membentuk dinding dan
menjadi sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang
berukuran 8 x 2 mikron dan sebuah benda residu.
Toxoplasma gondii dalam klasifikasi termasuk
kelas Sporozoasida, karena berkembang biak secara seksual dan aseksual yang
terjadi secara bergantian. Selain itu Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk
yaitu bentuk trofozoit, kista, clan Ookista. Trofozoit berbentuk oval dengan
ukuran 3-7 um, dapat menginvasi semua sel mamalia yang memiliki inti sel. Dapat
ditemukan dalam jaringan selama masa akut dari infeksi. Bila infeksi menjadi
kronis, trofozoit dalam jaringan akan membelah secara lambat dan disebut
bradizoit.
Bentuk kedua adalah kista yang terdapat dalam
jaringan dengan jumlah ribuan berukuran 10-100 um. Kista penting untuk
transmisi dan paling banyak terdapat dalam otot rangka, otot jantung dan
susunan syaraf pusat. Bentuk yang ketiga adalah bentuk Ookista yang berukuran
10-12 um. Ookista terbentuk di sel mukosa usus kucing dan dikeluarkan bersamaan
dengan feces kucing. Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual atau
schizogoni dan siklus seksual atau gametogeni dan sporogoni yang menghasilkan
ookista dan dikeluarkan bersama feces kucing.
Kucing yang mengandung toxoplasma gondii dalam
sekali ekskresi akan mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan
oleh hospes perantara seperti manusia, sapi, kambing atau kucing maka pada
berbagai jaringan hospes perantara akan dibentuk kelompok-kelompok trofozoit
yang membelah secara aktif. Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium
seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista. Bila kucing makan tikus
yang mengandung kista maka terbentuk kembali stadium seksual di dalam usus
halus kucing tersebut.
o Menurut Levine (1990) klasifikasi
parasit sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Sub
kingdom
: Protozoa
Filum
: Apicomplexa
Kelas
: Sporozoasida
Sub
Kelas
: Coccidiasina
Ordo
: Eucoccidiorida
Sub
ordo
: Eimeriorina
Famili
: Sarcocystidae
Genus
: Toxoplasma
Spesies
: Toxoplasma gondii
2.6 DAUR HIDUP TOXOPLASMA GONDII
Siklus hidup T. gondii memiliki dua fase.
Bagian seksual dari siklus hidup hanya terjadi pada kucing, baik domestik
maupun liar (keluarga Felidae), yang membuat kucing menjadi tuan rumah utama
parasit. Tahap kedua, bagian aseksual dari siklus hidup, dapat terjadi di lain
hewan berdarah panas, termasuk kucing, tikus, manusia, dan burung. Host di mana
reproduksi aseksual terjadi disebut hospes perantara.
Hewan Pengerat adalah hospes perantara yang
khas. Dalam kedua jenis host, parasit Toxoplasma menyerang sel dan membentuk
ruang yang disebut vakuola. Di dalam vakuola khusus yang disebut vakuola
parasitophorous, bentuk parasit bradyzoites, perlahan mereplikasi parasit.
Vakuola yang berisi kista bentuk reproduksi
bradyzoites terutama dalam jaringan otot dan otak. Karena parasit berada di
dalam sel, mereka aman dari sistem kekebalan inang yang tidak menanggapi kista.
Kucing dan hewan sejenisnya merupakan hospes
definitif dari T. gondii. Di dalam usus kecil kucing sporozoit menembus sel
epitel dan tumbuh menjadi trofozoit. Inti trofozoit membelah menjadi banyak
sehingga terbentuk skizon. Skizon matang pecah dan menghasilkan banyak merozoit
(skizogoni). Daur aseksual ini dilanjutkan dengan daur seksual. Merozoit masuk
ke dalam sel epitel danmembentuk makrogametosit dan mikrogametosit yang menjadi
makrogamet dan mikrogamet (gametogoni). Setelah terjadi pembuahan terbentuk
ookista, yang akan dikeluarkan bersama kotoran kucing. Di luar tubuh kucing,
ookista tersebut akan berkembang membentuk dua sporokista yang masing-masing
berisi empat sporozoit (sporogoni). Bila ookista tertelan oleh mamalia seperti
domba, babi, sapi dan tikus serta ayam atau burung, maka di dalam tubuh hospes
perantara akan terjadi daur aseksual yang menghasilkan takizoit. Takizoit akan
membelah, kecepatan membelah takizoit ini berkurang secara berangsur kemudian
terbentuk kista yang mengandung bradizoit. Bradizoit dalam kista biasanya
ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten).
Resistensi Toxoplasma untuk antibiotik
bervariasi, tetapi kista sangat sulit untuk diberantas sepenuhnya. Di dalam
vakuola, T. Gondii itu sendiri (dengan endodyogeni) sampai pada sel yang
terinfeksi parasit dan mengisi dengan semburan, melepaskan takizoit, bentuk,
dan motil secara reproduksi aseksual parasit. Berbeda dengan bradyzoites, maka
takizoit bebas biasanya efisien dibersihkan oleh sistem kekebalan inang,
meskipun beberapa dari mereka berhasil menginfeksi sel dan bradyzoites dengan
cara mempertahankan infeksi pada jaringan kista yang tertelan oleh kucing
(misalnya, dengan memberi makan pada tikus yang terinfeksi).
Kista bertahan hidup melalui perut kucing dan
parasit menginfeksi epitel dari usus kecil di mana mereka mengalami reproduksi
seksual dan pembentukan ookista. Ookista berasal dari feses. Hewan dan manusia
yang menelan ookista (misalnya, dengan makan sayuran yang tidak dicuci) atau
terinfeksi jaringan kista dalam daging yang dimasak secara tidak benar. Parasit
memasuki makrofag pada lapisan usus dan didistribusikan melalui aliran darah ke
seluruh tubuh.
Serupa dengan mekanisme yang digunakan di
banyak virus, toksoplasma mampu mendisregulasi siklus sel inang dengan mengadakan
pembelahan sel sebelum mitosis (perbatasan G2 / M). Disregulasi siklus sel
inang disebabkan oleh sekresi peka panas sel yang terinfeksi sehingga
mengeluarkan faktor yang menghambat siklus sel tetangga. Alasan untuk
disregulasi Toxoplasma tidak diketahui, tetapi penelitian telah menunjukkan
bahwa infeksi adalah khusus untuk host sel-sel dalam struktur sel S-fase dan
host yang berinteraksi dengan Toxoplasma sehingga tidak dapat diakses selama
tahap-tahap lain dari siklus sel.
Infeksi tahap akut toksoplasma dapat tanpa
gejala, tetapi sering memberikan gejala seperti flu pada tahap akut awal, dan
dapat menjadi flu yang fatal (kasus sangat jarang terjadi) lalu tahap akut
mereda dalam beberapa hari ke bulan, yang mengarah ke tahap laten. Infeksi
laten biasanya tanpa gejala, namun dalam kasus pasien immunocompromised
(seperti mereka yang terinfeksi HIV atau penerima transplantasi pada terapi
imunosupresif), toksoplasmosis dapat berkembang.
Manifestasi yang paling menonjol dari
toksoplasmosis pada pasien immunocompromised adalah ensefalitis toksoplasma,
yang dapat mematikan. Jika infeksi T. gondii terjadi untuk pertama kali selama
kehamilan, misalkan pada kotoran kucing yang terinfeksi T. gondii, parasit
dapat melewati plasenta, mungkin menyebabkan hidrosefalus atau mikrosefali,
kalsifikasi intrakranial, korioretinitis dan kemungkinan bisa terjadi aborsi
spontan (keguguran) atau kematian intrauterin.
Gambar Daur Hidup :
2.7 CARA PENULARAN
Manusia dapat terinfeksi oleh T. gondii dengan
berbagai cara yaitu makan daging mentah atau kurang masak yang mengandung kista
T. gondii, ternakan atau tertelan bentuk ookista dari kotoran kucing, misalnya
bersama buah-buahan dan sayur-sayuran yang terkontaminasi. Juga mungkin
terinfeksi melalui transplantasi organ tubuh dari donor penderita
toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum pernah terinfeksi T. gondii.
Kecelakaan laboratorium dapat terjadi melalui jarum suntik dan alat
laboratoriurn lain yang terkontaminasi oleh T. Gondii serta infeksi kongenital
yang terjadi intra uterin melalui plasenta.
Setelah terjadi infeksi T. gondii ke dalam
tubuh akan terjadi proses yang terdiri dari tiga tahap yaitu parasitemia,
dimana parasit menyerang organ dan jaringan serta memperbanyak diri dan
menghancurkan sel-sel inang. Perbanyakan diri ini paling nyata terjadi pada
jaringan retikuloendotelial dan otak, di mana parasit mempunyai afinitas paling
besar. Pembentukan antibodi merupakan tahap kedua setelah terjadinya infeksi.
Tahap ketiga rnerupakan rase kronik, terbentuk kista-kista yang menyebar di
jaringan otot dan syaraf, yang sifatnya menetap tanpa menimbulkan peradangan
lokal.
2.8 GEJALA
Pada garis besarnya sesuai dengan cara
penularan dan gejala klinisnya, toksoplasmosis dapat dikelompokkan menjadi :
Toksoplasmosis akuisita (dapatan) dan Toksoplasmosis kongenital. Baik
toksoplasmosis dapatan maupun kongenital sebagian besar asimtomatis atau tanpa
gejala. Keduanya dapat bersifat akut dan kemudian menjadi kronik atau laten.
Gejala yang nampak sering tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit
lain.
Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak diketahui
karena jarang menimbulkan gejala. Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamil
mendapat infeksi primer, ada kemungkinan bahwa 50% akan melahirkan anak dengan
toksoplasmosis kongenital. Gejala yang dijumpai pada orang dewasa maupun
anak-anak umumnya ringan.
Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada
toksoplasmosis dapatan adalah limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam dan
sakit kepala. Pada infeksi akut, limfadenopati sering dijumpai pada kelenjer
getah bening daerah leher bagian belakang. Gejala tersebut di atas dapat
disertai demam, mialgia, malaise. Bentuk kelainan pada kulit akibat
toksoplasmosis berupa ruam makulopapuler yang mirip kelainan kulit, sedangkan
pada jaringan paru dapat terjadi pneumonia interstisial.
Gambaran klinis toksoplasmosis kongenital dapat
bermacam-macam. Ada yang tampak normal pada waktu lahir dan gejala klinisnya
baru timbul setelah beberapa minggu sampai beberapa tahun. Ada gambaran
eritroblastosis, hidrops fetalis dan triad klasik yang terdiri dari
hidrosefalus, korioretinitis dan perkapuran intrakranial atau tetrade sabin
yang disertai kelainan psikomotorik. Toksoplasmosis kongenital dapat
menunjukkan gejala yang sangat berat dan menimbulkan kematian penderitanya
karena parasit telah tersebar luas di berbagai organ penting dan juga pada
sistem syaraf penderita.
Gejala susunan syaraf pusat sering meninggalkan
gejala sisa, misalnya retardasi mental dan motorik. Kadang-kadang hanya
ditemukan sikatriks pada retina yang dapat kambuh pada masa anak-anak, remaja
atau dewasa. Korioretinitis karena toksoplasmosis pada remaja dan dewasa
biasanya akibat infeksi kongenital.
Akibat kerusakan pada berbagai organ, maka
kelainan yang sering terjadi bermacam-macam jenisnya. Kelainan pada bayi dan
anak-anak akibat infeksi pada ibu selama kehamilan trimester pertama, dapat
berupa kerusakan yang sangat berat sehingga terjadi abortus atau lahir mati, atau
bayi dilahirkan dengan kelainan seperti ensefalomielitis, hidrosefalus,
kalsifikasi serebral dan korioretinitis. Pada anak yang lahir prematur, gejala
klinis lebih berat dari anak yang lahir cukup bulan, dapat disertai
hepatosplenomegali, ikterus, limfadenopati, kelainan susunan syaraf pusat dan
lesi mata.
2.9 MANIFESTASI KLINIS
Infeksi T. gondii pada individu dengan
imunodefisiensi menyebabkan manifestasi penyakit dari tingkat ringan, sedang
sampai berat, tergantung kepada derajat imunodefisiensinya. Menurut Gandahusada
dkk.,(1992), pada penderita imunodefisiensi, infeksi T. gondii menjadi nyata,
misalnya pada penderita karsinoma, leukemia atau penyakit lain yang diberi
pengobatan kortikosteroid dosis tinggi atau radiasi. Gejala yang timbul
biasanya demam tinggi, disertai gejala susunan syaraf pusat karena adanya
ensefalitis difus. Gejala klinis yang berat ini mungkin disebabkan oleh
eksaserbasi akut dari infeksi yang terjadi sebelumnya atau akibat infeksi baru
yang menunjukkan gejala klinis yang dramati karena adanya imuno-defisiensi.
Pada penderita AIDS, infeksi T. gondii sering menyebabkan ensefalitis dan
kematian. Sebagian besar penderita AIDS dengan ensefalitis akibat T. gondii
tidak menunjukkan pembentukan antibodi dalam serum.
2.10 PENCEGAHAN
Kucing merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi timbulnya toksoplasmosis, karena kucing mengeluarkan berjuta-juta
ookista dalam tinjanya, yang dapat bertahan sampai satu tahun di dalam tanah
yang teduh dan lembab. Untuk mencegah hal ini, maka terjadinya infeksi pada
kucing dapat dicegah, yaitu dengan memberi makanan yang matang sehingga kucing
tidak berburu tikus atau burung. Bila kucing diberikan monensin 200 mg/kg
melalui makanannya, maka kucing tersebut tidak akan mengeluarkan ookista
bersama tinjanya, tetapi ini hanya dapat digunakan untuk kucing peliharaan.
Untuk mencegah terjadinya infeksi dengan ookista yang berada di dalam tanah,
dapat diusahakan mematikan ookista dengan bahan kimia seperti formalin, amonia
dan iodin dalam bentuk larutan serta air panas 70oC yang disiramkan
pada tinja kucing
Anak balita yang bermain di tanah atau ibu-ibu
yang gemar berkebun, juga petani sebaiknya mencuci tangan yang bersih dengan
sabun sebelum makan. Sayur mayur yang dimakan sebagai lalapan harus dicuci
bersih, karena ada kemungkinan ookista melekat pada sayuran. Makanan yang
matang harus ditutup rapat supaya tidak dihinggapi lalat atau kecoa yang dapat
memindahkan ookista dari tinja kucing ke makanan tersebut.
Kista jaringan dalam hospes perantara (kambing,
sapi, babi dan ayam) sebagai sumber infeksi dapat dimusnahkan dengan memasaknya
sampai 66°C atau mengasap dan sampai matang sebelum dimakan. Bagi ibu yang
memasak, jangan mencicipi hidangan daging yang belum matang. Setelah memegang
daging mentah (tukang jagal, penjual daging, tukang masak) sebaiknya cuci
tangan dengan sabun sampai bersih. Yang paling penting dicegah adalah
terjadinya toksoplasmosis kongenital karena anak yang lahir dapat menyebabkan
cacat dengan retardasi mental dan gangguan motorik.
BAB III
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Penyakit toxoplasmosis merupakan penyakit
kosmopolitan dengan frekuensi tinggi di berbagai negara dan juga di Indonesia
karena gejala klinisnya ringan maka sering kali luput dari pengamatan dokter.
Padahal akibat yang ditimbulkan bisa memberikan beban berat bagi masyarakat
seperti abortus, lahir mati maupun cacat kongenital. Diagnosis secara
laboratoris cukup mudah yaitu dengan memeriksa antibodi kelas IgG dan IgM
terhadap Toxoplasma gondii akan dapat diketahui status penyakit penderita.
Dianjurkan untuk memeriksakan diri secara berkala pada wanita hamil trimester
pertama akan kemungkinan terinfeksi dengan toxoplasmosis.
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat
intraseluler yang dapat menyebabkan penyakit toxoplasmosis konginetal dan
toksoplasmosis akuisita. Hospes Definitif T. gondii adalah kucing dan binatang
sejenisnya (Felidae). Hospes perantaranya adalah manusia, mamalia lainnya dan
burung.
4.2 SARAN
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun agar penulisan makalah selanjutnya bisa lebih baik
lagi. Demikian penulis ucapkan terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Ir. Indra Chahaya S., M.Si , 2003 , Epidemiologi
“Toxoplasma gondii” . Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Dharmana, Edi , 2007 , Toxoplasma gondii, Musuh
Dalam Selimut : Semarang . Kakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro
Blader, Ira J. , 2009 , Communication between
Toxoplasma gondii and its host: impact on parasite growth,
development, immune evasion, and virulence :
Okhlahoma . University of
Okhlahoma Health Sciences Center.
Schmidt, Ronald H. , 2003 , General Overview of
the Causative Agents of
Foodborne Illness : Florida . University of Florida
0 comments:
Post a Comment